Senin, 26 Maret 2018

Pajak penghasilan



Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2




Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, Pajak penghasilan adalah pajak atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.


PPh Pasal 4 ayat 2 merupakan bagian dari pajak penghasilan. (Mardiasmo, 2011: 285) menjelaskan bahwa PPh Pasal 4 ayat 2 merupakan pajak penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah. PPh pasal 4 ayat 2 termasuk pajak penghasilan yang bersifat final, yang artinya pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total Pajak Penghasilan terutang pada akhir tahun pajak.


Pajak terutang kategori PP No 46 tahun 2013 termasuk dalam pajak penghasilan yang pengenaannya diatur dengan peraturan pemerintah yang merupakan objek pajak PPh Pasal 4 ayat 2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto tertentu atas penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud adalah 1% (satu persen).


Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. Peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (Empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penyetoran pajak terutang kategori PP No 46 tahun 2013  merupakan bagian dari penerimaan PPh pasal 4 ayat 2, sehingga dari segi penerimaan pajak, tingkat kepatuhan wajib pajak dapat diukur menggunakan indikator kontribusi penerimaan pajak kategori PP No 46 tahun 2013 terhadap penerimaan PPh Pasal 4 ayat 2. Jumlah kontribusi penerimaan pajak kategori PP No 46 tahun 2013 terhadap penerimaan PPh pasal 4 ayat 2 yang tinggi menunjukkan tingkat kepatuhan yang baik, begitu pula sebaliknya, jumlah kontribusi penerimaan pajak kategori PP No 46 tahun 2013 terhadap penerimaan PPh Pasal 4 ayat 2 yang rendah menunjukkan tingkat keptuhan yang kurang baik.

0 komentar:

Posting Komentar